Senin, 04 Mei 2015

Asal Mula Masjid Batu di Teluk Pakedai Kabupaten Kubu Raya

Masjid Batu terletak di Jalan Sepakat desa Teluk Pakedai Hulu, kecamatan Teluk Pakedai kabupaten Kubu Raya. Jarak dari pusat kecamatan menuju ke masjid Batu tidaklah terlalu jauh, sekitar ±3KM dari pasar Selat Remis. Masjid Batu berdiri pada tanggal 4 Dzulhijjah 1345 H (1926 M), merupakan masjid pertama di kecamatan Teluk Pakedai. Masjid ini dinamakan masjid Batu karena struktur bangunan masjid yang mayoritas terdiri dari batu bata, bahkan dalam rancangan awal masjid Batu sendiri rencananya tidak menggunakan kayu sama sekali dan hanya menggunakan batu. sehingga saat nama masjid ini belum diketahui namanya, masyarakat sekitar menyebutnya dengan masjid Batu. Masjid Batu didirikan sebagai tempat ibadah bagi umat muslim Teluk Pakedai, karena keberadaan masjid sangat penting bagi umat muslim. Dengan bertambahnya jumlah umat muslim di Teluk Pakedai, maka dibutuhkan juga tempat ibadah yang lebih besar. Haji Ismail Mundu beserta murid dan sahabat karibnya Haji Haruna Bin Haji Ismail, memiliki inisiatif untuk mendirikan masjid.
         Hal ini pun diutarakan beliau kepada murid-muridnya yang lain, dan mendapat tanggapan yang sangat baik. Bahkan salah seorang muridnya yaitu H.Doeng mewakafkan tanahnya yang terletak di desa Teluk Pakedai Hulu, H.Doeng adalah salah satu orang terkaya di Teluk Pakedai saat itu. Sedangkan dana pembangunannya merupakan sumbangan dari Haji Haruna Bin Haji Ismail dan dana sumbangan dari murid-murid Haji Ismail Mundu di Malaysia. Arsitek pembangunan masjid di datangkan langsung dari Pontianak oleh Haji Haruna Bin Haji Ismail, yaitu Abdul Wahid Bin Abu alias Wak Bangkik. Abdul Wahid Bin Abu juga merupakan arsitek Lembaga Permasyarakatan Pontianak yang sekarang berubah menjadi RS Santo Antonius. Sedangkan untuk pembangunan masjid dikerjakan oleh murid-murid Haji Ismail Mundu dan masyarakat sekitar. Tidak ada tanggal pasti kapan masjid selesai dibangun, yang diketahui hanyalah masjid Batu baru difungsikan sebagai tempat untuk shalat jum’at pada tahun 1348 H (1929 M).
         Berdirinya masjid Batu merupakan inisiatif dari Haji Ismail Mundu dan sahabatnya yaitu Haji Haruna Bin Haji Ismail. Haji Ismail Mundu adalah ulama tersohor dari kerajaan Kubu dari keturunan raja Sawito di Sulawesi Selatan. Beliau lahir pada tahun 1287 H yang bertepatan pada tahun 1870 M. Ayahnya bernama Daeng Abdul Karim alias Daeng Talengka bin Daeng Palewo Arunge Lamongkona bin Arunge Kaceneng Appalewo bin Arunge Betteng Wajo’ Sulawesi Selatan dari keturunan Maduk Kalleng. Sementara Ibunya bernama Zahra (Wak Soro) berasal dari daerah Kakap, Kalimantan Barat. Di masa kecilnya, Haji Ismail Mundu sudah mulai mendalami dan mengamalkan ajaran Islam secara bersungguh-sungguh. Dan di masa itu beliau belajar dengan beberapa guru, antara lain dengan Haji Muhammad bin Haji Ali, dengan waktu tujuh bulan, Haji Islmail Mundu berhasil belajar Al-Qu’ran dan mengkhatamkannya. Guru selanjutnya adalah Haji Abdul Ibnu Salam yang berdomisili di Kakap, kemudian beliau berguru dengan seorang mufti di Makkah, yaitu Sayyed Abdullah Azzawawi. Setelah puas belajar di Makkah, beliau kembali ke tanah Bugis dan belajar agama dengan Tuan Umar Sumbawa.
         Setelah usianya genap dua puluh tahun, Haji Ismail Mundu kemudian menunaikan ibadah haji untuk pertama kalinya. Di sana beliau mengakhiri masa lajangnya yang kemudian menikahi seorang gadis berdarah Arab yang bernama Ruzlan Alhabsyi. Mungkin Allah berkehendak lain, pernikahan dengan gadis Arab itu tak berlangsung lama. Istrinya pulang ke rahmatullah. Namun, rasa sedih itu diobati dengan menikah kembali dengan seorang gadis yang berasal dari Pulau Sarasan yang bernama Hajjah Aisyah. Benih-benih cinta benar-benar hanya diujung pelupuk mata, sebab biduk rumah tangga beliau bersama Hajjah Aisyah tak berlangsung lama, karena berpulang ke rahmatullah.
         Namun, kembali beliau membangun rumah tangga dengan menikahi seorang wanita yang berasal dari Desa Sungai Kakap Pontianak yang merupakan masih dalam ikatan keluarga (sepupu) yang bernama Haffa binti Haji Semaila. Dari pernikahan itu beliau mendapat tiga orang anak. Kembali, jiwa beliau di uji. Istri beliau meninggal saat melahirkan anak ketiganya. Sementara itu, anak-anak beliau juga meninggal di usia muda. Setelah itu, beliau kembali menikah untuk keempat kalinya dengan seorang wanita yang berkebangsaan Arab yang bernama Hajjah Asmah. Selanjutnya beliau menunaikan ibadah haji bersama istrinya. sembari beribadah, beliau kembali menemui gurunya untuk belajar ilmu agama yaitu Sayyed Abdullah Azzawawi. Pada tahun 1904 M, beliau kembali ke Indonesia, tepatnya di Desa Teluk Pakedai. Di desa itu beliau menggaungkan nilai-nilai Islam dengan cara merubah kebiasaan-kebiasaan buruk, seperti adu ilmu dan perilaku kebatilan lainnya. Berkat kegigihan dan kerja keras beliau, desa itu kian membaik dan nilai-nilai Islam tumbuh dengan baik. Dengan itu, beliau mendapatkan simpati dari raja Kubu, sehingga beliau kemudian diangkat menjadi mufti di kerajaan Kubu pada tahun 1907 M. Dengan jabatan tersebut maka Haji Ismail Mundu menjadi tumpuan tempat untuk bertanya tentang masalah-masalah agama baik dari kalangan kerajaan maupun masyarakat luas, khususnya berbagai masalah yang berkaitan dengan problem yang dihadapi oleh kaum muslimin. Semua permasalahan yang diajukan kepada beliau, diupayakan dapat diputuskan dengan penuh bijaksana (hikmah) dan nasehat baik (mauidzah hasanah). Atas segala kemampuan dan kharisma serta besarnya pengaruh yang dimiliki oleh Haji Ismail Mundu, maka pada tanggal 31 Agustus 1930 (1349 H) beliau mendapat penghargaan dari pemerintah Belanda berupa bintang jasa danHonorarium dari Ratu Wilhelmina. Pada tahun 1951 setelah kerajaan Kubu berakhir dan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, wedana Kubu yang pertama yaitu Gusti Jalma mengangkat Haji Ismail Mundu sebagai Hakim Mahkamah Kubu Pertama, tidak diketahui sampai kapan beliau menjabat sebagai Hakim Mahkamah Kubu. Pada tanggal 30 Jumadil Awal 1377 H (1957 M), kondisi kesehatan Haji Ismail Mundu karena usianya yang sudah tua. Akhirnya Haji Ismail Mundu wafat pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1377 H atau pada 16 Januari 1957 M.
         Sedangkan Haji Haruna Bin Haji Ismail adalah murid sekaligus sahabat karib Haji Ismail Mundu, beliau berasal dari desa Batu Pahat Johor Malaysia. Meskipun berasal dari Malaysia, Haji Haruna Bin Haji Ismail sejatinya adalah putra bugis yang lama menetap di Malaysia. Tetapi keinginannya untuk belajar agama membawanya ke Teluk Pakedai yang memang mayoritas penduduknya adalah masyarakat suku bugis dan bertemu dengan Haji Ismail Mundu yang akhirnya menjadi guru dan sahabat karibnya. Haji Haruna Bin Haji Ismail sangat berjasa dalam pembangunan Masjid Batu, karena dari dirinyalah sumber dana pembangunan masjid pertama berasal.
Struktur bangunan masjid Batu cukup unik, karena bangunan masjid Batu yang tidak memiliki tiang penyangga besar seperti masjid pada umumnya. Hal ini dikarenakan pada awal pembangunannya masjid Batu dirancang untuk dibentuk seperti Ka’bah, yaitu berbentuk persegi empat. Bahan untuk membangunnya juga sebagian besar terdiri dari batu bata, sesuai dengan rancangan awal yang tidak menggunakan bahan dari kayu. Tetapi dalam pembangunannya masjid batu akhirnya tidak jadi dibentuk seperti Ka’bah, hal ini dikarenakan kurangnya dana untuk pembangunan masjid. Mahalnya harga batu bata yang digunakan menjadi alasan besarnya dana pembangunan masjid, selain itu biaya pengangkutan batu juga sangat mahal. Batu bata yang digunakan dalam pembangunan masjid berasal dari Malaya dan diangkut menggunakan perahu bandung (kapal air). Hal inilah yang akhirnya membuat rancangan awal yang berbentuk Ka’bah tidak dilanjutkan, bentuk masjid pun akhirnya dibuat menyerupai masjid pada umumnya, yaitu dengan menggunakan atap (kubah).
         Yang menarik lagi dari masjid Batu adalah jumlah pintu yang cukup banyak untuk ukuran masjid yang tidak terlalu besar, total ada delapan pintu termasuk pintu masuk utama yang dimiliki oleh masjid batu. Banyaknya jumlah pintu yang dimiliki masjid Batu merupakan amanah dari guru Haji Ismail Mundu, karena merupakan perintah yang terdapat dalam agama islam. Jadi tidak terkandung makna filosofis tentang banyaknya jumlah pintu, melainkan murni untuk mengikuti anjuran dalam agama islam.    


LAMPIRAN

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhBLj42j-vE35tznv3y6RwEIxIrQK0GX2HPbNNo_gp5DKLuugP9T9wr8HLBB9N4VlLknz6D-zAEcuje3lrWi7rW_X2SEH2wLhFTm6ntnl1LnricoRwbm6HbVoo8a7hWecM0I_7o5vTCxH4/s1600/IMG_0842.JPG
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqE4yyYPXGB4CFdIrKGocj4raU4yhAk-gtMdxvlbPcnKJsPBi6_5F9vh7xck4av0rKiQ3d6U7CYRBsHkbrmWZGS6pv_AzoJyVllTovrew5UOC-rSVlOika0IHhNLcT7Ml_OnLOureS_Aw/s1600/IMG_0858.JPG

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4616ftrc4Gxb6pVCDA2yfnMjModfBlcVZ5VM_3Cuk6niXpn74ZBvQMGOv5x-SACiOtaTFZjqUMDme6IsTYu6GZZzATbxR7NagQ6wAjsf4DSH5kBKiZSi1uaOqfFY1NxO_1ax-BuD5Pyg/s1600/IMG_0861.JPG

1 komentar:

  1. maf ibu desanya itu salah,bukan teluk pakedai hulu,tetapi desa selat remis

    BalasHapus